Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mendapat kritikan dari pemulung saat berdialog di Sekretariat Yayasan Pabbata Ummi (Yapta-U), Jalan AMD Borong Jambu No 04, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, kemarin. Ilham yang seharusnya menyosialisasikan sanksi pidana bagi orang tua yang mengabaikan pendidikan bagi anak, justru mendapat sorotan warga yang tinggal di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Tamangapa.
Erni, salah seorang warga di sekitar TPA Tamangapa, sepakat tentang pentingnya pendidikan. Namun, dia mengkritik pemerintah yang masih memungut pembayaran kepada murid, terutama anak pemulung. Pemerintah Kota (Pemkot) mengeluarkan kebijakan layanan pendidikan tanpa pembayaran alias gratis, tapi kenyataannya masih ada pungutan di sekolah.
“Katanya gratis,tapi kami disuruh beli LKS, beli buku cetak,” ujar ibu rumah tangga ini. Lain lagi dengan Risna, 19, salah satu anak pemulung, mengatakan, Pemkot masih diskriminasi terhadap anak pemulung. Dia mencontohkan, anak pemulung sulit melanjutkan pendidikan di sekolah berstatus negeri di tingkat SMP dan SMA. Beberapa persyaratan tidak sanggup dipenuhi anak pemulung sehingga hanya bisa bersekolah di sekolah swasta. “Padahal kami juga punya kemampuan berkompetisi dengan anak-anak lainnya.
Namun, selalu ada persyaratan yang tidak bisa kami penuhi,” kata Risna, anak pemulung, yang kini tercatat sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Makassar. Menanggapi pernyataan ini, Ilham mengakui masih adanya pungutan di sekolah, sebab tidak semua ditanggung pemerintah. seperti lembar kegiatan siswa (LKS) yang kerap dikeluhkan orang tua siswa.
“Memang ada beberapa item yang harus dibayar. Untuk tingkat SD masih ada tujuh itemyang dibayar, termasuk LKS,”katanya. Namun, dia membantah ada diskriminasi terhadap anak pemulung melanjutkan pendidikan di sekolah negeri. “Sepanjang memenuhi persyaratan. Mungkin persyaratan akademik tidak terpenuhi sehingga tidak bisa diterima sekolah negeri,”ujarnya.
Hal yang terpenting adalah semua anak harus bersekolah. Pemerintah kota telah memberikan fasilitas subsidi pendidikan agar bisa dijangkau masyarakat dan beberapa di antaranya mendapatkan subsidi penuh. Dia mengatakan,orang tua yang memaksakan anaknya bekerja menopang ekonomi keluarga dapat dipidanakan. “Saya ingin mengingatkan bahwa ada tanggung jawab orang tua.Anak tidak boleh dipaksa menopang ekonomi. Anak harus mendapatkan pendidikan. Kalau ketahuan anaknya tidak sekolah,bisa dipenjara,” ungkapnya.
Direktur Yayasan Pabbata Ummi (Yapta-U) Makmur mengungkapkan, 514 anak usia sekolah yang tinggal di sekitar TPAS Tamangapa ini butuh perhatian pemerintah. Hanya 180 anak yang disekolahkan melalui program PKSA (Program Kesejahteraan Sosial Anak) oleh Kementerian Sosial. Mereka berusia antara 7 sampai 18 tahun yang berasal dari 525 keluarga yang bekerja sebagai pemulung di lokasi ini. “Bahkan ada 219 balita. Orang tua dan anak-anak mereka juga bekerja sebagai pemulung di TPAS ini. Mereka butuh pendampingan dan perhatian pemerintah,”tuturnya.
Dia berharap, Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar lebih peduli terhadap pendidikan anak pemulung ini.Tidak hanya sekadar mewajibkan bersekolah. “Anak yang menjadi pemulung di tempat pembuangan sampah ini harus bisa sekolah,”tandasnya. Demikian catatan online Leak yang berjudul Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.
Harga Tiket Peswat Untuk Lebaran Naik 200 Persen
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar