Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulsel resmi berubah nama menjadi Bank Sulselbar melalui keputusan Kementerian Hukum dan HAM. Hanya, perubahannya dilakukan tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kondisi ini dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) 13/2003 tentang Pembentukan Bank Sulsel. Sekretaris Komisi C DPRD Sulsel Ariady Arsal menegaskan, perubahan nama tanpa persetujuan legislatif, sangat tidak wajar dan tidak menghargai proses politik yang ada.
Hal itu termasuk mekanisme persetujuan lewat rapat umum pemegang saham (RU PS), yang notabene tidak menganut RUPS sirkuler, tapi hanya RUPS biasa dan luar biasa. “Proses ini kan masih ditangani Bank Indonesia. Bisa dipastikan akan diperlambat, jika BI mengetahui perubahan nama itu tanpa persetujuan DPRD. Padahal perubahan nama sudah dipersyaratkan dalam perda dan itu jelas melanggar mekanisme,” ungkapnya kepada media massa di Gedung DPRD Sulsel, kemarin.
Persetujuan perubahan anggaran dasar (AD) Bank Sulsel menjadi Sulselbar ditandatangani Dirjen Administrasi Umum Aidir Amin Daud. Keputusan itu dituangkan dalam surat bernomor AHU-11765. A.A.01.02 Tahun 2011, tertanggal 8 Maret 2011. Penerbitan surat keputusan itu dikeluarkan berdasarkan akta notaris yang disampaikan notaris Rakhmawati Laica Marzuki pada 2 Mei 2009.
Dengan terbitnya SK tersebut, bank milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel resmi menjadi Sulselbar dengan masuknya Pemprov Sulbar sebagai pemilik saham. Anggota Komisi C Ajiep Padindang menambahkan, Pemprov seharusnya tidak terburuburu mengambil keputusan perubahan nama sebelum melakukan kajian secara rinci. Perubahan nama sebuah bank dan penyertaan saham baru bukan hal mudah yang memerlukan hitung-hitungan sistematik.
Dengan begitu, nanti dalam kerja sama itu, Pemprov Sulsel tidak kembali dirugikan. “Harusnya perda dulu yang direvisi,baru mengubah nama. Dari situ akan diakomodasi sejumlah bentuk kerja sama yang diinginkan Pemprov Sulbar,” paparnya. Politikus Golkar Sulsel ini mengaku, sejak tahun lalu, Pemprov sudah diminta merevisi. Namun, komisaris Bank Sulsel menganggap enteng sehingga perubahan tidak dilakukan hingga nama bank berubah.
Saat ini komposisi saham Pemprov Sulsel di Bank Sulsel mencapai 41,94%. Sisa saham tersebut dikuasai pemerintah kabupaten/kota, termasuk lima kabupaten yang ada di Provinsi Sulbar, yakni Mamuju, Polmas, Mamasa, Majene, dan Mamuju Utara, mencapai 4,58%. Menanggapi pernyataan DPRD Sulsel, Komisaris Utama Bank Sulsel Muallim berkilah, perubahan nama tersebut sudah sesuai mekanisme yang ada.
Nama Bank Sulselbar diusulkan melalui sejumlah tahapan pembahasan dengan seluruh pemilik saham, termasuk Pemprov Sulbar, yang berencana memasukkan sahamnya nanti. Hasilnya, semua setuju dilakukan perubahan nama, meski prosesnya melalui RUPS sirkuler. “Semua setuju perubahan nama itu, meski proses persetujuannya dilakukan secara kasip yang dihadiri Ketua DPRD Sulbar Hapati Hasan dan Ketua DPRD Sulsel M Roem mewakili legislator.
Kepemilikan saham Pemprov Sulsel tidak perlu dikhawatirkan karena meskipun Sulbar bergabung, kami tetap pengendali,”paparnya. Apalagi, kata Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulsel ini, desakan terus dilakukan Pemprov Sulbar supaya segera mengakomodasi mereka. Dengan alasan meminta kepastian agar alokasi saham itu bisa dianggarkan di APBD. Tak hanya itu, dukungan dari Gubernur Sulsel atas rencana tersebut sudah disampaikan dengan menyebutkan sejumlah alasan.
Alasan itu di antaranya Gubernur menilai Sulbar sangat berpotensi pada masa depan untuk bekerja sama serta ada lima kabupaten di Sulbar yang telah memasukkan saham sebelumnya. “Kami melakukan ini bukan berarti tak mengindahkan perda pendirian PT Bank Sulsel. Sebaliknya semua itu tetap disyaratkan setelah proses perubahan nama disetujui.
Hal ini mengingat akan ada sejumlah perubahan mendasar dalam perda itu,seperti komposisi saham, pembagian jabatan direksi, serta aturan lainnya,” tandasnya. Perubahan nama mekanismenya sudah tepat, meski tidak menjadikan acuan utama Perda 13/2003.Namun, berdasar pada ketentuan aturan perbankan dan pendirian perseroan, yang berarti pemberlakuan perda diposisikan hanya diberlakukan pada waktu itu saja.
Perubahan Butuh Persetujuan Seluruh Legislator
Ketua DPRD Sulsel Muh Roem menyatakan,kehadirannya dalam rapat perubahan nama Bank Sulsel menjadi Bank Sulselbar bukanlah bentuk persetujuanlegislator. Keberadaannya dalam pertemuan tersebut hanya pada kedudukan protokoler, di mana saat itu ikut hadir Ketua DPRD Sulbar.
“Itu bukan bentuk persetujuan, tapi lebih pada kedudukan protokoler. Jadi tidak bisa diklaim DPRD Sulsel setuju,”tandasnya. Politikus Partai Golkar ini menegaskan, jika DPRD ingin menerbitkan persetujuan perubahan nama, hal tersebut tidak menjadi wewenang pimpinan. Sebaliknya, persetujuan harus mendapatkan restu 75 wakil rakyat. Demikian catatan online Leak tentang Bank Sulselbar.
Harga Tiket Peswat Untuk Lebaran Naik 200 Persen
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar