Merekan keluar dari kereta api sambil menjinjing tas.
Ada yang memanggul ransel, membawa koper kecil, dan ada pula yang membawa tas jinjing. Tas yang mereka bawa tidak terlalu padat sehingga dapat diduga mereka hanya membawa beberapa stel pakaian. Dari salah satu ransel yang di bawa seorang diantara anak laki-laki itu tersembul benda mirip gergaji kayu yang di bungkus kertas koran, mungkin benda tersebut titipan dari mbah gendeng yang konon ceritanya mbah gendeng punya cucu sableng, tapi saya sendiri juga tidak tahu apa sebenarnya benda tersebut.
Untuk kulit mereka rata-rata sawo matang, pertanda mereka biasa bekerja di udara terbuka. Hampir semua memakai topi pet. Satu hal lagi, raut muka mereka bersahaja sehingga saya berpikir mereka pasti bukan rombongan tukang copet atau kriminal yang bisa kita lihat di terminal. Mata mereka bukanlah mata liar yang tengah mencari korban.
Di luar stasiun, seorang anak lelaki menyalami orang-orang itu. Tampaknya mereka sudah saling kenal. Namun berbeda dengan rata-rata mahasiswa yang selalu riuh dan banyak tertawa di setiap kali diajak berjalan-jalan, mereka tidak banyak bicara. Mungkin mereka terbenam dalam khayalan masing-masing atau mungkin sedang memikirkan kontes seo increase your traffic with klikrar, saya rasa hal tersebut gak mungkin. Di depan stasiun, sebuah truk tentara sudah menunggu di sela-sela bajaj dan mikrolet yang berebut penumpang.
Satu persatu orang tersebut melompat ke truk. Truk yang dikendarai orang berambut cepak itu bergerak ke luar stasiun, menyembul dari kerumunan kendaraan, lalu bergerak menuju cawang. Dia menembus kemacetan ibu kota menuju Bogor melalui jalan tol Jagorawi yang mulus. Rombongan sekitar 54 orang itu bergerak ke arah Taman Nasional Gunung Halimun. Tentu mereka tidak sedang menuju vila-vila liar para politikus yang dibangun diatas tanah hutan lindung.
Setelah melewati kawasan hutan tersebut, sampailah mereka di depan kamp latihan militer yang tertutup. Dijalan kecil yang dikelilingi rumput alang-alang tinggi terdapat sebuah pos jaga yang berbentuk memanjang. Rombongan tersebut turun disana dan truk meninggalkan mereka. Seseorang bercelana loreng menyambut dan memberi tahu bahwa mereka masih harus berjalan sekitar 300 meter dari tempat latihan.
Semua orang terlihat asyik dengan langkah mereka. Tak ada suara lain bunyi napas yang menyatu dengan alam. Seorang petugas memperkenalkan diri, nama saya Ari, saya komandan latihan. Disini saya didampingi oleh rekan-rekan saya, ujarnya. Ia menuju empat orang disampingnya. Saya Dian pendamping kelompok satu, saya Edi pendamping kelompok dua, saya Dadang pendamping kelompok tiga.
Saya Budi pendamping kelompok empat. Setelah itu muncul seseorang yang tampak lebih berwibawa. Disini saudara-saudara akan di gembleng, diajari etika, kesopanan, dan disiplin. Untuk apa bekal itu? Tanya orang yang datang tersebut. Tanpa menunggu dia segera menjawabnya sendiri. Sekarang mulai jelas siapa mereka dan untuk apa mereka berkumpul disini. Untuk Indonesia, agar tidak memalukan bangsa, merah putih, ujarnya sambil mengetakkan sepatu botnya ke aspal.
Dia pun melanjutkan. Nanti diluar negeri, Bapak-bapak akan bergaji besar. Untuk siapa Bapak-bapak bekerja? Untuk masa depan, ujar seorang diantara 54 anggota rombongan itu. Mencari nafkah buat keluarga, jawab yang lainnya. Betul! Bapak-bapak mencari nafkah buat keluarga, buat masa depan. Kalau mau bergaji besar, kija harus bekerja yang berat, kerja yang disiplin. Mengerti? Jadi segala yang dibawa dari kampung dibuang disini.
Disini kita samakan supaya bangsa kita maju dan terpandang dudunia. Itulah hari-hari awal 54 lelaki dari berbagai daerah yang dipersiapkan perusahaan konstruksi indonesia, WIKA, untuk mengerjakan proyek mereka di aljazair. Total tenaga kerja yang akan ditetapkan disana lebih dari 1.000 orang.
Di kamp latihan militer yang dikelola Rindam, Kodam Jaya itu mereka dilatih disiplin, etika, tanggung jawab, kerja sama tim, kecepatan, menahan marah, keselamatan kerja, dan sebagainya. Maklum, medan dan pekerjaan yang akan mereka tangani tidak ringan. Selain cuaca extrim, dibutuhkan fisik yang kuat dan dukungan kerja sama tim.
Cara berjalan diubah, kecepatan dan respon ditingkatkan. Mereka berada di kamp itu selama empat hari, menginap dibarak tentara dan mengikuti latihan-latihan fisik serta mental. Inilah proses pembentukan myelin yang bukannya sedang saya tulis. Seorang ustadz yang memimpin sholat magrib memberi siraman rohani. Manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang mampu memberi nilai tambah, ujarnya.
Dia mengupasnya dalam bahasa yang sangat sederhana. Oleh karena itu, lanjutnya, kita harus mengedepankan tanggung jawab. Bekerja dengan tanggung jawab. Pada sesi yang lain, seorang instruktur perempuan berbaju biru muda dan berkerudung memberikan presentasi tentang keselamatan bekerja. Kalau Bapak-bapak bekerja di sana, harus seperti ini, pakai helm.
Adapun gambar yang lain adalah gantungan untuk perlindungan. Ingat, yang ini harus di pakai, ujarnya sambil menunjuk gambar pada slide didepan layar yang disorot melalui LCD proyektor dari komputer laptopnya. Jangan lupa, kita bekerja dengan budaya 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin).
Metode ini diadopsi oleh toni warsono, HR director Wika dari budaya disiplin perusahaan-perusahaan Jepang yang dikenal dengan istilah 5s yaitu seiri (ringkas), seiton (rapi), season (resik), sciketon (rawat), shitsuke (rajin). Bapak-bapak harus ringkas. Barang-barang yang sudah tidak diperlukan jangan disimpan. Yang harus dibuang ya dibuang. Jangan pikir-pikir"ah ini saya kumpulkan saja nanti dibawa pulang.
Nanti lama-lama busuk. Jadi menumpuk banyak barang itu merepotkan, tidak ringkas. Rapi, semua pekerjaan harus benar-benar rapi. Juga resik. Harus resik supaya enak dipandang. Semua alat dan bangunan yang dikerjakan harus dirawat dan kita bekerja dengan rajin, ujar instruktur tadi. Pada malam berikutnya, seorang pria berbadan besar juga memberikan materi dengan menggunakan slide.
Bapak-bapak nanti akan mengerjakan proyek ini, ujarnya sambil menunjuk sebuah gambar. Jalan ini panjangnya sekitar 100 kilometer dan disitu ada 100 gorong-gorong dan jembatan yang harus kita kerjakan. Orang-orang Jepang sudah kewalahan mengerjakan bagian ini, makannya mereka meminta bantuan kita. Kita bekerja dengan sungguh-sungguh, harus bagus, ujarnya.
Nanti Bapak-bapak tidak usah menghiraukan kalau diolok-olok. Kita bisa diolok-olok disana. Misalnya, waktu makan bersama. Sebelum makan biasanya kita berdoa dan bersyukur, ini dianggap aneh. Mereka belum ada yang begini. Tapi tidak apa-apa. Yang penting kita bekerja dengan bagus dan cepat. Saya minta Bapak-bapak saling menjaga dan bekerja sama, jadilah seperti tinta.
Tinta yang sedikit saja kalu di masukkan ke dalam air diember semua airnya akan menjadi biru. Jadi Bapak-bapak saling memengaruhi bekerja yang baik, ujarnya. Demikianlah setiap hari. Siang hari dilapangan, mereka baris-berbaris, menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan sikap tubuh sempurna dan tatapan kedepan.
Latihan kecepatan dan kesigapan, melewati rintangan, menaiki bikit, turun tebing, blind rope, teamwork, dan seterusnya. Kadang delapan orang harus saling membentuk menara manusia setinggi 6 meter. Kadang mereka menaikan ban keatas tiang setinggi 2,5 meter dengan tangga manusia. adapun malamnya mereka menerima arahan-arahan pekerjaan yang dilakukan ditempat bekerja.
Fisik yang kuat adalah satu hal, tapi tim yang mempunyai karakter dan kelompok adalah hal lain yang tidak diperoleh begitu saja dari warisan alam. Semua itu harus dibentuk, ditularkan, dipelihara, dan dibimbing untuk menghasilkan prestasi yang bagus. Pusat perubahan itu ada pada myelin yang menjadi perhatian baru dalam pembentukan intangibles. Myelin (muscle memory) adalah potensi terpendam yang baru saja kekuatan kalau dilatih dan ditumbuhkan, diselaraskan dengan brain memory manusia. Seperti kata Jim Collins pada tahuan 2001.
Setiap perusahaan punya budaya, beberapa perusahaan punya disiplin. Namun sedikit sekali yang mempunyai budaya disiplin. WIKA percaya budaya disiplin yang merupakan keunggulan yang tidak mudah dikalahkan, tak mudah ditiru. Namun mereka juga paham, budaya seperti itu tak dapat diperoleh dengan sekejap, sebab myelin tidak didapatkan semudah membalikkan telapak tangan.

0 komentar:
Posting Komentar