Home » » Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumut

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumut

Written By Admin on Senin, 26 Agustus 2002 | 23.43

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumut, Parlindungan Purba, menyatakan protes keras terhadap tudingan NGO Australia yang menyebutkan terjadi pembantaian pada proses pemotongan sapi di empat RPH di Indonesia, termasuk RPH Mabar.

“Saya protes keras tudingan tersebut, karena tidak terbukti sama sekali. Seluruhnya dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, tidak ada terjadi pencongkelan mata atau pencabutan kuku,” katanya seusai meninjau RPH Medan di Mabar,dini hari kemarin. Menurut dia, tudingan tersebut tidak beralasan, karena dari hasil pengamatannya langsung ke lapangan, tidak ada tindakan seperti yang dituduhkan.

Hasil pengamatannya tersebut akan disampaikan langsung ke Menteri Pertanian (Mentan) untuk segera ditindaklanjuti dan segera dicari jalan keluarnya. “Surat akan segera dilayangkan ke pemerintah.Pemerintah harus punya sikap terhadap masalah ini. Kalau dilihat, apa yang disebutkan NGO itu tidak benar,”ucapnya. Dia menilai tudingan tersebut hanya sebagai bentuk persaingan dagang antara Indonesia dan Australia.

Jadi pemerintah harus segera mengantisipasinya, jangan sampai merugikan Indonesia. “Apa alasan Australia tidak bisa diketahui pasti. Yang jelas ini karena persaingan dagang,”ujarnya. Meski begitu, kata Parlindungan, tudingan NGO Australia tersebut dapat diambil hikmahnya, yaitu Indonesia harus bisa swasembada daging, sehingga tidak terlalu bergantung terhadap sapi impor.

Rencana swasembada daging pada tahun mendatang harus terealisasi. Saat ini, kebutuhan konsumsi daging nasional sebesar 2,2 juta ton baru bisa dipenuhi kurang dari 25%. Khusus Sumatera, sebelumnya produksi ditopang tiga provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),Sumut,dan Sumbar. NAD dan Sumut tidak bisa memasok untuk daerah lain.

Sementara itu, Sumbar hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal. “Dalam setahun kita kekurangan 40.000 ekor sapi.Untuk memenuhinya dibantu impor, namun tetap dibatasi 10.000 ekor per tahun,” sebut Parlindungan. Direktur Utama PT RPH Medan Adios Gusri mengatakan, pemotongan sapi di RPH sudah sangat berkurang, karena adanya pemotongan liar di luar RPH.

Dia menduga, pembantaian tersebut bisa saja terjadi di RPH liar tersebut. “Sekarang saja,RPH sudah sangat jarang memotong sapi, karena importir melarang memotong ke sini karena berbagai isu negatif dituduhkan,sehingga ada RPH lain yang tidak tahu bagaimana standarnya. Jadi bagaimana mungkin kami melakukan pembantaian karena pemotongan saja sedikit,” ucapnya.

Saat ini,jumlah sapi yang dipotong dalam sehari hanya berkisar 10 ekor. Dari total itu, hanya 3-5 ekor sapi impor.Di waktu lalu, sapi yang dipotong di RPH berkisar 35-40 ekor.“Bisa dikatakan terjadi penurunan hampir 45%. Sekarang pemotongan dilakukan kalau ada sapi lokal yang mau dipotong,” ucapnya. Akibat kondisi ini, pendapatan RPH Medan juga jauh menurun.Pendapatan RPH diperoleh dari tarif pemotongan untuk sapi impor Rp55.000 per ekor dan sapi lokal Rp45.000 per ekor. Demikian catatan online Leak yang berjudul Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumut.

0 komentar:

Posting Komentar