Leak, pada postingan sebelumnya menulis tentang Keluarga Obama Ke Jakarta dan kali ini saya akan menulis tentang Terdesak. apanya yang terdesak bos...? Okey dilanjut.
CAFTA sudah lima tahun di sepakati, bahkan di tanda tangani bersama oleh negara-negara ASEAN dengan Republik Rakyat China, tetapi baru mulai 1 Januari 2010 kemarin. Apa itu CAFTA? CAFTA merupakan singkatan dari CHINA-ASEAN Free Trade Agreement, semua negara dan bangsa Indonesia meras tenang dan damai seolah tidak ada masalah. Tidak banyak yang sekedar bahwa ada masalah dari perjanjian perdagangan bebas yang menghapus segenap rambu dan kubu-kubu yang melindungi pasar dalam negeri, terutama negara lemah ekspor yang menandatangani CAFTA.
Mereka yang sadar bahwa ada masalah pun bersikap tenang-tenang saja akibat terbiasa berperilaku kepepetisme, yakni baru mulai berikhtiar apabila terlanjur masuk ke kondisi kepepet. Mungkin itu akibat secar naluriah bangsa Indonesia sudah yakin akan kesaktian increase your traffic with klikrar, maksudnya kepepetisme itu tadi yang telah berulang kali teruji dan terbukti oleh sejarah sesuai dengan yang tersurat dan tersirat pada kisah-kisah mitologi nusantara.
Kisah-kisah itu antara lain kesakti mandragunaan Sang Kuriang yang kepepet menggarap perahu dalam satu malam, Bambang Soemantri pada waktu itu atas bantuan Sukrana kepepet memindah Taman Sriwedari dalam satu malam atau Bandung Bondowoso kepepet membangun Candi Sewu dalam satu malam,Gerbang Type Approval mengejar page rank dalam satu malam, owh...tidak...
Maka setelah 1 Januari 2010 tiba dan kesepakatan perdagangan bebas antara China dan ASEAN mulai di jabarkan kenyataan, mendadak Menteri Perdagangan Dr Mari Elka Pangestu di tuduh kurang mengantisipasi perjanjian yang sudah lama di tandatangani bersama pada waktu itu. Mendadak semua khswatir CAFTA postensial semakin meleluasakan produk RRC yang sudah leluasa menyerbu pasar dalam negeri Indonesia.
Mendadak patriotisme kepentingan pasar dalam Indonesia menyala berkobar-kobar. Semangat menyalahkan Menteri Perdagangan begitu menggebu sampai ada yang tega menuntut agar peran negosiator perdagangan antara China dan Indonesia di ambil alih oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat! Terkesan ada kecurigaan Dr Mari Elka Pangestu yang kebetulan keturunan China itu akan berpihak ke tanah leluhurnya ketimbang tanah airnya.
Kecurigaan yang memang tidak berani terlalu eksplisit di tampilkan di masa paham diskriminasi ras sudah resmi di basmi habis oleh undang-undang berkat perjuangan almarhum Gus Dur yang menjunjung tinggi pluralisme dan melindungi minoritas. Meski mas Hidayat sahabat saya yang saya kagumi, kali ini saya berpihak ke Mba Mari agar di beri kesempatan menunaikan tugas sebagai negosiator CAFTA sampai tuntas.
Saya berani menjamin nasionallisme, bahkan patriotisme Dr Mari Pangestu yang dilahirkan di bumi nusantara. Dia pasti secara profesional akan berjuang sampai titik darah penghabisan membela tanah aiar tercintanya yang hanya satu dan satu-satunya, yaitu Indonesia, bukan China. Sebagai pihak yang sedikit mengamati kemelut perdagangan bebas dengan alasan globalisasi itu saya menilai tuduhan bahwa Dr Mari kurang antisipasif sebenarnya unfair.
Kalau mau menyalahkan soal kurang antisipasi, seyogyanya jangan menyalahkan cuma menteri perdagangan, melainkan semua pihak, mulai dari presiden sampai kepara pengusaha yang memang semua kurang peka resiko marabahaya kesepakatan CFTA itu. Seharusnya kita semua jangan terlalu menggantungkan diri pada kepepetisme yang apabila terus-menerus dipastikan akan menumpulkan daya saktinya, seperti Gerbang Type Approval yang sudah meredup kekuatan seonya.
Sesakti-saktinya kepepetisme, tetap saja antisipasi permasalahan dengan persiapan yang mantap dan matang jauh lebih sakti mandraguna. Apalagi dalam menghadapi maha raksasa adikuasa ekonomi kelas berat seperti China yang kini sudah menggeser posisi Jerman menjadi negara eksportir terbesar didunia.
Seharusnya sejak CAFTA resmi ditandatangani pada dahulu kala itu, langsung segenap kerabat kerja ekonomi negara dan bangsa Indonesia membenahi diri demi mempersiapkan segenap daya lahir batin untuk mengantisipasi 1 Januari 2010. Namun, mubazir dan hanya menyesali nasi yang sudah menjadi bubur.
Kini tiba saatnya dengan bekal semangat maju tak gentar kita bersatu padu, memadukan segenap energi lahir batin bangsa dan negara Indonesia. Bukan hanya menyambut, melainkan membentuk masa depan yang lebih baik dari sekarang.
Harga Tiket Peswat Untuk Lebaran Naik 200 Persen
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar