Pemerintah hingga saat ini masih menggodok aturan bea masuk terhadap hak distribusi film asing. Pada prinsipnya, pemerintah tidak akan mematikan film asing. “Pemerintah akan mengkaji surat edaran mengenai pajak film impor yang memberatkan importir. Bagaimana finalnya akan diumumkan bertepatan dengan Hari Film Nasional pada 30 Maret nanti,” ujar Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik di Jakarta tadi malam. Menurut dia, pemerintah dan importir film akan duduk bersama membahas jalan keluar terbaik.“Saya akan mendengarkan apa permintaan dari mereka, apakah pajak disamakan dengan yang sekarang, dikurangi, atau dinolkan,”katanya.
Dia melanjutkan, kalaupun importir membuat permintaan, pemerintah juga akan mengajukan beberapa persyaratan. Menteri menambahkan, pemerintah akan mengambil langkah dan keputusan terbaik,khususnya bagi bangsa Indonesia. “Kita ingin keputusan yang terbaik, pemerintah tidak ingin menghentikan masuknya film asing, tapi pemerintah juga ingin industri film dalam negeri bangkit,”katanya. Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Thomas Sugijata menegaskan,pihaknya akan mendengarkan langsung keberatan- keberatan tentang aturan baru pajak film dari pihak Motion Pictures Association (MPA) selaku wakil distributor film Hollywood (Amerika). “Setelah bertemu pihak MPA, kita sedang melakukan proses pembahasan internal,” kata Thomas Sugijata kepada media massa di Jakarta kemarin.
Menurut Thomas, hingga saat ini, protes yang dilayangkan MPA masih dalam pembahasan internal Ditjen Bea dan Cukai. Pihaknya sangat terbuka untuk mendiskusikan hal tersebut.“Jadi tahapannya seperti ini. Pada waktunya akan dijelaskan lebih lengkap,” tegas Thomas. Seperti diberitakan, MPA ini bukan tentang kenaikan pajak film impor, tapi yang dipermasalahkan adalah sejak Januari 2011 ada aturan dan penafsiran baru Ditjen Bea dan Cukai atas Peraturan tentang Pajak Bea Masuk yang diberlakukan per Januari 2011, yakni bea masuk atas hak distribusi. Dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor memang disebutkan, bea masuk film sebesar 5–15%.
Aturan yang ditetapkan pada 22 Desember 2010 itu membedakan tarif berdasarkan ukuran, jenis, dan bahan film impor. Kebijakan bea masuk film impor tertuang dalam SE-03/PJ/2011 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan royalti dan perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) atas peredaran film impor. Pihak distributor juga dibebani tarif PPN dan PPh atas film impor flat sebesar USD0,43 atau setara dengan Rp3.870 per meter. Kebijakan itulah yang langsung mendapatkan protes dari MPA sebagai perwakilan produsen film Hollywood di Indonesia dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (perwakilan produsen film Mandarin dan India).Mereka pun memutuskan menghentikan peredaran film-film produksi mereka di Indonesia.
Tetap Tayang
Menbudpar Jero Wacik menegaskan, pemerintah menjamin film asing akan tetap tayang di Indonesia. Menurut dia, film impor harus tetap ada dan terpelihara. Film impor banyak dijadikan inspirasi sehingga tetap dibutuhkan. “Tidak usah khawatir, tidak mungkin saya mau mematikan importir atau film impor,” tegasnya. Namun dia mengharapkan, pihak distributor film asing tidak main ancam ketika aturan tidak sesuai dengan keinginan mereka. “Bisnis itu tidak bisa ngotot-ngototan. Kita butuh film, mereka juga butuh pasar kita.Tidak mungkin mereka melepas pasar Indonesia,” ujar Jero Wacik.
Menurut Menbudpar, jumlah penduduk Indonesia sebesar 237 juta jiwa ditambah pendapatan per kapita yang terus meningkat semakin memacu minat masyarakat untuk menonton film di bioskop.Kondisi inilah yang membuat Indonesia menjadi pasar potensial untuk MPA. Terlepas dari masalah bea masuk film impor yang tengah bergulir, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan produksi film nasional.Salah satu upaya yang ditempuh adalah menata ulang perpajakan untuk perfilman nasional. Misalnya saja, pajak impor bahan- bahan untuk membuat film yang sebelumnya termasuk barang mewah dan dikenai pajak 40% diusulkan menjadi 0%.Begitu juga PPN 10% untuk produksi film lokal juga diusulkan menjadi 0%.
“Dengan begitu, para produser dan sutradara lebih bergairah membuat film,” ujar Jero. Dia mencatat produksi film nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jika tahun lalu produksi film mencapai 77 judul, tahun ini dia optimistis melebihi angka 100, terlebih bila pajak produksi film benar-benar dinolkan. Saat ini, kata dia, proporsi film lokal yang tayang di bioskop Indonesia tidak sampai 40%. Padahal, Undang-Undang Perfilman mengamanatkan komposisi 60% untuk film lokal dan 40% untuk film asing. Sementara itu, sutradara senior Dedy Mizwar heran atas sikap importir terkait dengan Surat Edaran 03/PJ/2011 tentang PPh atas Penghasilan berupa Royali dan Perlakuan PPN atau Perlakuan Film Impor.
Isinya, menurutnya, hanya berupa penegasan agar importir harus membayar pajak impor secara wajar dan benar, sesuai dengan ketentuan. “Saya bingung apa alasan MPA tidak memasukkan filmnya ke Indonesia,” ujarnya. Dedy membandingkan bea masuk film impor di Indonesia untuk 1 kopi film yang hanya Rp2 juta, sementara di Thailand mencapai Rp30 juta per kopi film. Nyatanya, film impor tetap masuk pasar Negeri Gajah Putih itu. Selama ini, lanjut dia, terdapat sistem perpajakan yang kurang adil diterapkan pada film Indonesia. Dia juga menduga adanya usaha untuk mengadu pemerintah dengan masyarakat.“Sangat menyesatkan dan ada indikasi mengadu pemerintah dengan masyarakat. Ini sudah masuk ruang politik,” ujarnya.
Pantauan media massa di beberapa bioskop di Medan, para penikmat film antusias menyaksikan filmfilm asing yang masih diputar. Di Medan Plaza misalnya, antrean penonton di loket tiket yang menjual film asing masih terlihat. Salah seorang penikmat film asing, Rusdi Irawan, 25, warga Medan mengaku memahami sikap pemerintah hingga membuat Motion Picture Asscociation (MPA) menyetop filmnya di bioskop dari seluruh Tanah Air. Ada nilai positif dari kebijakan pemerintah ini, yakni bisa memicu insan perfilman Tanah Air untuk lebih berkreasi lagi. Ticketing Medan Plaza Theater, Roswita, 32, mengatakan, untuk saat ini film asing tetap tayang, namun untuk film yang akan datang akan dihentikan.
“Kita juga mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan oleh Bea dan Cukai dan MPA. Kalau kita disuguhi film-film lokal saja dan isinya tahu sendirilah, dampaknya bisa mematikan industri film kita juga,jadi daya saingnya tidak ada,”ujarnya. Dia berharap pemerintah benar- benar mencermati persoalan ini.Menurut Roswita, seharusnya dalam menentukan bea masuk impor film dilakukan secara bertahap.
Kalau kayak gini jadinya rugi semua, masyarakat juga menanggung kerugian.Karena tidak bisa menikmati film asing,” tegasnya. Film-film asing juga masih diputar di President Theater yang berada di Deli Plaza. Demikian pula antrean penonton terlihat di loket penjualan tiket untuk film asing. Robby Surya salah seorang pedagang DVD dan VCD mengatakan, transaksi penjualan DVD dan VCD di Indonesia akan mengalami peningkatan dari hari-hari biasanya, baik itu legal maupun ilegal, khususnya film-film asing. Demikian catatan online Leak tentang Menggodok aturan bea masuk.
Harga Tiket Peswat Untuk Lebaran Naik 200 Persen
7 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar